Thursday, 15 April 2010 | |
Dua kali mengalami kebangkrutan membuat Olivia harus menerima kenyataan pahit: kehilangan harta benda dan orang yang dicintainya. Tapi ia kini mampu bangkit dan membangun kembali usahanya yakni showroom mobil yang sukses dikembangkan lewat sistem waralaba. Slamet Supriyadi Menjadi seorang entrepreneur harus menyimpan nyawa cadangan. Bagitu joke yang sering dilontarkan oleh orang-orang yang terlebih dulu memilih status ini. Resiko yang dihadapi memang tidak ringan. Kebangkrutan dan kegagalan seolah menjadi hal biasa yang bisa datang sewaktu-waktu. Padahal, dampak yang ditimbulkan bisa sangat serius, habis modal dan harta benda yang kita miliki. Salah satu yang pernah mengalami kisah pahit ini adalah Olivia Antoni, pemilik Franchise Showroom Aldo Mobilindo. Tapi ia tidak menyangka jika kegagalannya dalam berbisnis itu harus dibayar mahal. Semua aset miliknya tiba-tiba ludes yang menyisakan timbunan hutang. Bahkan biduk rumah tangga yang telah dibangun selama bertahun-tahun pun akhirnya hancur. "Rumah tangga saya hancur karena suami saya tidak bisa menerima kondisi demikian. Kami sering bertengkar sampai akhirnya dia meninggalkan kami," kenang Olive yang merasa cukup terpukul dengan kejadian tersebut.. Tapi Olivia terdidik menjadi wanita tangguh. Keberaniannya dalam menghadapi resiko bahkan melebihi kaum lelaki. Sedari awal –meski kurang mendapat dukungan dari sang suami--, ia punya keinginan bisa menggeluti bisnis di bidang otomotif, yakni membuka showroom mobil. Padahal, semua mahfum bisnis ini biasanya hanya bisa dilakukan dengan dukungan atau back up dana yang besar. Uniknya, Olive berani bertarung hanya bermodalkan pengalaman dan data based customer dari tempat sebelumnya. Sebagai seorang sales girl di perusahaan otomotif Tunas Daihatsu, Cilegon prestasi yang ditorehkan wanita kelahiran 19 Agustus 1976 selama 8 tahun bekerja tergolong mengkilap. Ia selalu mampu membukukan angka penjualan yang tinggi. Bahkan Olive sempat diganjar sebagai The Best Sales Penjualan Terbanyak dan meraih bonus dari ASTRA untuk keliling dunia. “Awalnya jika ada orang yang mau jual mobil, saya tawarkan ke customer saya. Saya dapat uang fee. Ini berlangsung cukup lama dan ternyata perputaran tabungan uang saya sampai Rp1-2 miliar. Itu tidak saya duga padahal uangnya bukan dari uang saya. Tapi selisihnya menjadi hak saya,” jelasnya. Kepiawaiannya sebagai sales inilah yang semakin menebalkan keyakinannya bisa berhasil membuka usaha showroom mobil. Ia kemudian menyewa sebuah tempat ukuran 4 x 5 meter yang disulap menjadi sowroom sederhana tanpa display unit. Biar terlihat layak saat didatangi customer, Olive terpaksa memajang mobil sendiri dan beberapa mobil temannya. Pendek kata, ia benar-benar membuka showroom mobil dengan modal zero! “Tahun 2005 saya buka. Sampai suatu ketika saya dipercaya Blue Bird untuk menjual mobil bekas taksi mereka. Walaupun ada teman-teman yang menghina showroom tanpa modal, nggak punya duit saya nggak peduli. Toh, saya bisa julan 35 unit-40 unit per bulan. Untungnya kurang lebih 100 juta per bulan, jelas Olive. Tenyata kepiawaiannya sebagai marketing memberi andil besar untuk kemajuan bisnisnya. Ia lalu memutuskan membuka cabang baru di Kota Serang. Statusnya meningkat dari seorang ‘makelar’ yang hanya menjual mobil titipan menjadi ‘bos’ yang juga membeli mobil untuk kemudian dijual kembali. Ternyata keputusan ini menjadi bumerang. Jika sebelumnya dengan menjual mobil titipan ia tidak terbebani bunga, tapi kini ia harus menanggung bunga yang jumlahnya cukup besar. “Dan keuntungan saya tersedot kesana. Tahun 2006 saya bangkrut dan meninggalkan hutang sampai Rp 200 juta. Padahal saya hanya punya rumah yang masih kreditan,” kenangnya. Ibu tiga anak ini baru menyadari jika ternyata setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. “Saya mungkin bisa memasarkan tapi tidak tahu seluk beluk mobil termasuk ke mesin-mesinnya," kata Olive. Sadar dengan kesalahan tersebut, Olive kembali bangkit. Ia banyak melahap buku-buku bisnis dan motivasi. Sampai akhirnya dalam sebuah seminar entrepreneur university, ia diajarkan bagaimana caranya membangun aset. Sejak tahun 2007 Olive membangun 3 aset yang nilainya cukup besar dan di tahun 2008 ia mendapat kepercayaan dari Bank BRI dengan memperoleh kucuran modal hingga Rp2 miliar. Modal sebesar itu, ia digunakan untuk membayar hutang dan dipakai untuk membeli kendaraan yang ia sendiri belum tahu produk knowledgenya. "Seharusnya pinjaman dari BRI ini saya gunakan seluruhnya untuk modal usaha. Baru keuntungannya saya pakai untuk mencicil hutang yang ada," tambahnya. Rupanya keputusan itu melemparkannya ke titik nadir yang kedua. Kebangkrutan yang ia alami di tahun 2008 kali ini lebih parah. Selain, bsinisnya mandek, orang-orang kepercayaanya menyingkir. Bahkan sang suami yang selama ini mendampinginya pun tidak mau menerima kondisi pahit ini. Alhasil, Olive seperti dihempaskan ke dalam jurang yang paling dalam. Kejadian itu alih-alih mematahkan semangat tapi justru memperbesar keinginannya untuk bangkit. Baginya, kebangkrutan itu bukan suatu pilihan tapi proses untuk sukses ke tahap selanjutnya. Jadi, grafik turun naik dalam hidup buat Olive adalah hal yang biasa. ”Saya tidak pernah memikirkan besarnya beban tapi saya memikirkan berapa besar pemasukan yang masuk ke kantong saya. Tidak selamanya akan musim salju terus, pasti akan ketemu dengan musim panas,” begitu ia mengilustrasikan. Pada saat bangkrut, seseorang seharusnya keluar dari bisnis itu untuk mencari peluang bisnis lain. Keberhasilan baru ini diharapkan bisa mensupport bisnis yang pertamanya agar bisa kembali berjalan. Seperti yang dilakukan Olivia, ketika tidak punya modal untuk jual beli mobil ia memperkenalkan konsep baru yakni membuat showroom mobil yang dijual dengan sistem waralaba. Memperkenalkan konsep ini tidak gampang, tapi ia berusaha memberi pemahaman yang mudah dan sederhana. Olive melihat peluang banyak orang yang menginginkan diajarkan membuka showroom mobil tanpa display. “Jika saya butuh waktu 8 tahun untuk bisa mendapatkan pengalaman bagaimana merakasakan kesuksesan dan kebangkrutan termasuk faktor-faktor penyebab kegagalan, maka mereka bisa meguasainya cukup butuh waktu dua tahun,” jelasnya. Untuk franchise Aldo Mobilindo, Olive mematok harga sebesar Rp45 juta diamana franchisee akan mendapatkan berbagai fasilitas antara lain pendampingan selama 3 tahun, free training marketing, free konsultasi bisnis, free desain outlet dan promosi termasuk membantu melayani pengadaan kendaraan yang dibutuhkan. Ia optimis bisnis waralabanya bakal berkembang. Pasalnya, hanya dalam waktu 4 bulan, ia mampu membuka 24 cabang. Bahkan pihak franchisee yang pertama kini sudah bisa BEP pada bulan kedua. Tak hanya sampai disitu, Olive juga mulai merambah ke bisnis Spa. “Kenapa saya bikin ini, karena saya melihat spa kan susah ditemui dan rata-rata mahal. Tapi dengan dibawah 100 ribu mereka bisa melakukan berbagai perawatan disitu,” tambahnya. Usaha yang digeluti kurang dari dua bulan ini sudah memiliki lima outlet. ‘The Family Spa’ milik Olive ini juga dikembangkan dengan konsep waralaba. “Dengan membayar 35 juta, mitra mendapat 10 terapis yang sudah ditraining serta mendapat pendapingan hingga bisnisnya benar-benar bisa jalan,” punkasnya seembari berpromosi. sumber: http://www.majalahpengusaha.com/content/view/1305/36/ |
Membangun Showroom Mobil Bermodal Zero
Diposting oleh
Serba Serbi Bisnis dan Informasi
di
01.58
Jumat, 04 Juni 2010
Label:
perjalanan usaha
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar